Keempat, memang pemerintah telah menetapkan rumah ibadah sebagai salah satu tempat yang dibebaskan dari pajak bumi dan bangunan. Tapi masih ada tanggungan listrik, air, kebersihan, dan beberapa hal yang berhubungan dengan eksistensi masjid itu sendiri. Jadi pertanyaannya, masjid butuh diurusi ga ? Siapa yang mengurusi masjid ? Dan jawaban dari pertanyaan itu pasti sudah tahu semua, Takmir Masjid. Takmir masjid inilah yang bertanggung jawab atas pengelolaan masjid. Diambil dari manakah pengurus takmir masjid itu ? Tentu diambil dari jama'ah masjid tersebut. Mereka yang merasa butuh akan manfaat masjid itu pasti mempunyai keinginan untuk bisa merawat dan memakmurkan masjid itu sendiri. Bila masjid bersih, tentu beribadah bisa nyaman. Takmir masjid biasanya mempunyai struktur dasar seperti ketua, sekretaris, bendahara, dan seksi – seksi. Dalam menegakkan organisasi pun begitu, butuh sekelompok orang yang bertanggung jawab atas pengelolaan organisasi tersebut. Dan orang – orang tersebut harus dihimpun dalam sebuah struktur yang jelas fungsi tugasnya.
Kelima, urusan masjid beda dengan urusan shalat. Dalam shalat berjama'ah dipimpin oleh seorang imam, dengan jama'ah yang dipimpinnya dinamakan makmum. Menjadi seorang imam itu ada tata caranya. Imam dipilih dari orang yang paling banyak hafalannya. Karena penting bagi seorang imam itu untuk paham dengan apa yang ia baca. Begitu pula dengan pemimpin sebuah organisasi, sudah seharusnya dipilih dari yang paling paham dengan kondisi organisasi tersebut. Jika dalam shalat ada yang mempunyai jumlah hafalan yang sama, maka dipilih yang paling tua. Dalam organisasi, dia yang mempunyai pengalaman paling banyaklah yang pantas menduduki jabatan teratas, karena pengalamannya adalah pembelajaran yang telah didapatkan sebelumnya.
Keenam, ada tidak makmum pilih – pilih imam ? Tidak ada bukan. Yang dilakukan paling cuma menilai imam dalam hati (imam ini bacaannya lama, imam itu pakai qunut,dll). Namun dalam pelaksanaan shalat berjama'ah, makmum tetap mengikuti gerakan imam. Karena cara penentuan imam sudah jelas, maka makmum wajib mengikuti setiap gerakan imam, whoever he is. Yang sangat tidak diperbolehkan adalah memasukkan alasan – alasan tidak logis yang tidak sesuai dengan ibadah itu sendiri (imamnya dari partai A, ormas B, anti pemerintah, dll). Ada berbagai macam tipe kepemimpinan, dan setiap pemimpin organisasi pasti mempunyai tipe – tipe sendiri. Sebagai anggota harus paham dengan tipe kepemimpinan tersebut, dan sebagai pemimpin, harus paham dengan apa yang diinginkan anggota. Sangat tidak logis apabila menolak seorang pemimpin yang baik hanya karena masalah kepartaian atau golongan.
Ketujuh, ketika dalam satu masjid ada shalat jama'ah yang dilangsungkan, tidak diperbolehkan membuat jama'ah sendiri. Apalagi jika hanya karena alasan ketidaksukaan dengan imamnya. Hal ini jelas, bahwa kepemimpinan dalam suatu organisasi itu adalah satu, dan tidak boleh ada dualisme kepemimpinan dalam sebuah organisasi. Seorang pemimpin dituntut mempunyai sifat arif bijaksana, sehingga masalah – masalah kepemimpinan pun harus bisa diselesaikan dengan cara – cara yang bijak pula.
(bersambung...)
Kelima, urusan masjid beda dengan urusan shalat. Dalam shalat berjama'ah dipimpin oleh seorang imam, dengan jama'ah yang dipimpinnya dinamakan makmum. Menjadi seorang imam itu ada tata caranya. Imam dipilih dari orang yang paling banyak hafalannya. Karena penting bagi seorang imam itu untuk paham dengan apa yang ia baca. Begitu pula dengan pemimpin sebuah organisasi, sudah seharusnya dipilih dari yang paling paham dengan kondisi organisasi tersebut. Jika dalam shalat ada yang mempunyai jumlah hafalan yang sama, maka dipilih yang paling tua. Dalam organisasi, dia yang mempunyai pengalaman paling banyaklah yang pantas menduduki jabatan teratas, karena pengalamannya adalah pembelajaran yang telah didapatkan sebelumnya.
Keenam, ada tidak makmum pilih – pilih imam ? Tidak ada bukan. Yang dilakukan paling cuma menilai imam dalam hati (imam ini bacaannya lama, imam itu pakai qunut,dll). Namun dalam pelaksanaan shalat berjama'ah, makmum tetap mengikuti gerakan imam. Karena cara penentuan imam sudah jelas, maka makmum wajib mengikuti setiap gerakan imam, whoever he is. Yang sangat tidak diperbolehkan adalah memasukkan alasan – alasan tidak logis yang tidak sesuai dengan ibadah itu sendiri (imamnya dari partai A, ormas B, anti pemerintah, dll). Ada berbagai macam tipe kepemimpinan, dan setiap pemimpin organisasi pasti mempunyai tipe – tipe sendiri. Sebagai anggota harus paham dengan tipe kepemimpinan tersebut, dan sebagai pemimpin, harus paham dengan apa yang diinginkan anggota. Sangat tidak logis apabila menolak seorang pemimpin yang baik hanya karena masalah kepartaian atau golongan.
Ketujuh, ketika dalam satu masjid ada shalat jama'ah yang dilangsungkan, tidak diperbolehkan membuat jama'ah sendiri. Apalagi jika hanya karena alasan ketidaksukaan dengan imamnya. Hal ini jelas, bahwa kepemimpinan dalam suatu organisasi itu adalah satu, dan tidak boleh ada dualisme kepemimpinan dalam sebuah organisasi. Seorang pemimpin dituntut mempunyai sifat arif bijaksana, sehingga masalah – masalah kepemimpinan pun harus bisa diselesaikan dengan cara – cara yang bijak pula.
(bersambung...)