Housemanship di Malaysia (copas dari TS di negeri jiran)
Continuing Medical Education: Housemanship and Beyond
Dr Siti Aisyah Ismail
Tulisan ini dibuat sebagai sharing pengalaman dan memberikan
perbandingan sistem yang sudah berlangsung di negara lain, agar kita
bisa belajar untuk memberi yang terbaik. Ini adalah pengalaman pribadi
saya menjalani program housemanship di Malaysia sekitar 8'tahun yang
lalu. Kondisi dan aturan dapat berubah sehingga sangat mungkin sebagian
yang ditulis sudah tidak berlaku saat ini.
---
Sebagai
dokter umum lulusan UI, saya merasa percaya diri dengan bekal kapasitas
pengetahuan dan ketrampilan yang saya dapatkan. Guru-guru saya adalah
pakar-pakar unggul kedokteran di seluruh Indonesia. Hampir semua isi
text book, pernah saya temukan pasien kasusnya di klinik atau ruang
rawat, karena RSCM merupakan RS Rujukan Pusat Nasional. Berapa banyak
partus yang saya tangani di rotasi ke RS daerah. Tindakan apa yang belum
saya kerjakan di IGD dan seterusnya. Ya setidaknya, saya lulus dari
universitas dengan ranking tinggi dari Indonesia.
Ketika saya
harus kembali mengabdi ke negara asal saya, untuk memenuhi compulsary
service, saya pulang dengan percaya diri bahwa saya pasti bisa melewati
housemanship tanpa kesulitan berarti. Di negara asal saya, housemanship
menjadi momok bagi setiap dokter yang baru lulus. Banyak saya dengar
hal-hal yang kurang manusiawi tentang housemanship seperti jaga selang
sehari (15 kali jaga sebulan), jam kerja terus-menerus lebih dari 36
jam, berangkat kerja dengan solat subuh hingga solat isya di RS,
menangani pasien di 6 ruang rawat untuk satu orang houseman,
diperlakukan tidak enak oleh dokter senior bahkan perawat dan
sebagainya.
Dan benar saja, semua percaya diri saya hilang
seketika setelah resmi menjadi seorang house officer. Ternyata banyak
sekali hal yang belum saya ketahui, banyak sekali tindakan yang belum
pernah saya lakukan. Tapi akhirnya saya mengerti bahwa semua kesulitan
yang saya alami sewaktu housemanship adalah apa yang saya butuhkan untuk
menjadikan saya dokter yang kompeten. Pelajaran-pelajaran berharga
tersebut tidak mungkin didapatkan melalui cara lain seperti kuliah atau
pelatihan. Ia juga tidak dapat disetarakan atau digantikan dengan ujian
standar kompetensi. Karena profesi dokter itu tidak hanya menyangkut
kompetensi ilmu, tapi juga ketrampilan klinis dan attitude.
Satu
hal yang ingin saya highlight di sini adalah konsep dari housemanship
itu sendiri. Seorang dokter umum yang baru lulus, diwajibkan untuk
bekerja di RS besar milik pemerintah di bawah supervisi spesialis. Hal
ini dilakukan untuk memberi exposure kepada dokter tersebut tentang SOP
dan kode etik yang standar. Semua ini perlu dibekalkan kepada dokter
baru sebelum mereka ditugaskan ke daerah perifer, dengan harapan mereka
bisa menerapkan good clinical practice seperti yang mereka jalani di RS.
Durasi housemanship adalah dua tahun dengan rotasi ke enam bidang
disiplin besar kedokteran. Setiap rotasi dijalani selama empat bulan.
Enam disiplin tersebut adalah Penyakit Dalam, Obstetri dan Ginekologi,
Bedah Umum, Emergensi dan Trauma, Bedah Ortopedi, dan Anak. Ini adalah
disiplin ilmu kedokteran yang major. (Terdapat perbedaan dengan
Indonesia, dimana Emergensi dan Trauma bukan disiplin yang berdiri
sendiri. Di sana, IGD dikepalai oleh emergency physician yang merupakan
bidang spesialisasi sendiri).
Seorang house officer (HO atau
houseman) bertanggung jawab untuk menjaga pasien di ruang rawat
(inpatient). Beliau dituntut untuk mengisi status pasien baru, melakukan
anamnesis, pemeriksaan fisik, menetapkan working diagnosis, lalu
mempresentasikan pasien tersebut kepada atasannya yaitu kepada medical
officer (MO) atau spesialis. Jumlah pasien yang dipegang oleh HO
dibagikan berdasarkan berapa jumlah HO yang ada dalam satu-satu waktu.
Semakin banyak HO dalam disiplin tersebut, semakin sedikit jumlah pasien
yang dipegang oleh seorang HO. Tugas utama seorang HO adalah mengikuti
ronde, diskusi kasus, update hasil pemeriksaan laboratorium dan
melaksanakan management plan yang telah ditetapkan saat ronde dan
diskusi. Setelah selesai ronde di waktu pagi, HO biasanya akan
membagikan tugas di antara mereka; mengambil darah/spesimen pasien,
mengurus permintaan imaging di radiologi, mengorder pemeriksaan
laboratorium dan serangkaian tindakan seperti pleural tapping, abdominal
tapping, chemotherapy, wound debridement, memasang dan melepas kateter
urin dan sebagainya. HO juga bertanggungjawab membuat rujukan dan
menulis referral letter antar disiplin berdasarkan apa yang telah
disepakati ketika ronde, membuat discharge summary dan surat cuti sakit,
serta mendapatkan appointment dari outpatient specialist clinic untuk
follow-up atau kontrol. HO juga diberi tugas jaga. Frekuensi jaga
bergantung kepada jumlah HO yang ada.
Setelah dua bulan
menjalani tugas sebagai dokter ruangan, HO akan dievaluasi oleh
spesialis, kinerja dan attitudenya. Apabila dirasakan sudah siap, HO
dapat dipromosikan menjadi junior medical officer (JMO) dengan bimbingan
dari MO dan supervisi spesialis. JMO mempunyai tanggungjawab lebih
besar. JMO akan bertugas di outpatient spesialist clinic, menjawab
konsul dari IGD, menjawab konsul dari RS daerah, mengerjakan tindakan yg
lebih invasif seperti memasang chest tube (WSD), bone marrow puncture,
inserting central venous line, dan sebagainya. Selain ke outpatient
clinic, JMO juga akan menjadi asisten bedah mendampingi surgeon dalam
major surgery. Untuk tindakan bedah yang lebih ringan, seperti Caesarean
section, appendicectomy, hernioplasty, lumpectomy, internal dan
external fixation in fractures, limb amputation dan seumpamanya,
biasanya dikerjakan oleh MO tanpa kehadiran spesialis. Di bagian Anak,
JMO juga menjalani tugas di NICU. Perbedaan tugas JMO dan MO adalah pada
pengalaman dan jam terbang.
Tidak semua HO mendapat peluang
untuk dipromosikan menjadi JMO. Dan ada juga HO mendapat sanksi dengan
diberi posting extension, biasanya karena masalah attitude. Spesialis
biasanya akan sangat ketat mengevaluasi HO dan memastikan mereka
mendapat bekal pengetahuan, ketrampilan dan attitude yang baik sebelum
mereka dilepas sebagai MO. Semua ini adalah untuk memastikan mereka
dapat dilepas sebagai safe doctor yang kompeten. Rotasi ke enam disiplin
major yang dijalani memberikan exposure yang sangat bermanfaat jika
dibandingkan dengan exposure saat di sekolah kedokteran. Ia memperkaya
pengetahuan, ketrampilan dan pengalaman secara holistik. Kapasitas
sebagai HO jelas jauh berbeda dengan mahasiswa kedokteran. Sebagai
mahasiswa kedokteran, cara belajar utama adalah dengan mengamati,
sedangkan sebagai HO kita belajar dari melakukan, merasakan tanggung
jawab sebenarnya sebagai dokter yang menangani pasien secara holistik.
Maka menurut saya, bekal sebagai dokter umum tidak cukup hanya dengan
apa yang didapatkan di sekolah kedokteran, tapi perlu ditambah dengan
program seperti housemanship ini. Jadi dengan housemanship, semua dokter
muda mendapatkan kompetensi dokter umum yang standar (standardized)
karena mereka hanya bekerja di RS besar (secondary atau tertiary center)
dan disupervisi oleh spesialis.
Semua dokter baru lulus wajib
mendaftar sebagai pegawai negeri dan akan diberikan STR sementara oleh
Konsil Kedokteran untuk digunakan selama tempoh housemanship. Baru
setelah selesai housemanship, mereka akan diberikan STR penuh dan Annual
Practicing Licence. Setelah menjalani housemanship selama dua tahun,
ada beberapa jalur tugas yang ditetapkan; tetap ditugaskan sebagai MO di
RS besar atau ditugaskan ke perifer di RS daerah atau Klinik Kesihatan
(puskesmas), tergantung kebutuhan Kementerian Kesehatan. Atau boleh
memilih untuk resign sebagai pegawai negeri setelah menjalani compulsory
service sebagai MO untuk 2 tahun, lalu menjalani praktek swasta,
sekiranya tidak terikat dengan apa-apa beasiswa pemerintah. Kalau saya
sendiri memilih untuk tetap menjadi pegawai negeri dan menjadi MO di
Bedah Umum selama 4 bulan sebelum dimutasi ke Departemen Emergensi dan
Trauma. Sebagai MO lebih banyak yang bisa saya pelajari dan lakukan jika
dibandingkan dengan kapasitas sebagai HO atau JMO. Contohnya di
Emergensi, saya bertugas di red zone menangani life threatening cases
seperti intra abdominal bleeding, acute myocardial infarction, multiple
trauma, acute pulmonary edema dan sebagainya. Teman-teman saya di daerah
bahkan bisa melakukan tindakan yang lebih ekstrim seperti craniotomy
dalam kasus SDH atau EDH, dalam kapasitas sebagai MO. Rata-rata
pengalaman klinis MO di daerah lebih challenging dan bervariasi. Hal ini
disebabkan jumlah spesialis di daerah yang lebih sedikit jika
dibandingkan dengan jumlah spesialis di kota besar.
Setelah
hampir setahun bertugas di emergensi, saya dipindahkan ke Klinik
Kesihatan. Bertugas di pelayanan primer adalah pengalaman baru yang
berbeda, saya dapat membagikan dunia kedokteran kepada dua: medical side
(curative) dan health side (promotive and preventive). Jabatan saya
juga bukan lagi medical officer (MO) tapi medical and health officer
(MHO).
Alhamdulillah saya ditugaskan di Klinik Kesihatan (KK)
besar yang mempunyai 3 departemen yaitu outpatient clinic, mother and
child health (MCH) dan dental clinic. KK kami juga dilengkapi dengan
xray unit, medical laboratory dan farmasi. Di samping itu juga kami
mempunyai seorang nutritionist, occupational therapist, diabetic
educator, lactation counsellor dan seorang dokter family medicine
specialist (FMS). Di sini saya banyak belajar aspek promosi kesehatan
dan preventive medicine dalam menangani pasien secara holistik. Misalnya
pasien diabetes, kami memantau gula darah mereka, membekali mereka
obat, memberi diet advice dan memonitor calorie intake, melakukan foot
care, yearly retinopathy screening dengan fundus camera, memantau fungsi
target organ dan sebagainya. Apabila penyakit pasien tidak terkontrol,
kami rujuk pasien ke RS. Semua pasien yang ke RS, harus membawa surat
rujukan dari KK atau dokter umum. Alur rujukan pasien jelas. Setelah
pasien distabilkan di RS, pasien dirujuk kembali ke KK untuk
continuation of care di KK.
Begitu juga di MCH, kegiatan utama
adalah pemeriksaan antenatal serta imunisasi dan pemantauan perkembangan
anak. Setiap ibu hamil akan diklasifikasi mengikut faktor resiko. Ibu
tanpa risiko akan menjalani antenatal dengan bidan. Ibu dengan risiko
seperti diabetes dan hipertensi akan menjalani antenatal dengan MHO, dan
jika perlu dirujuk ke FMS. Hanya ibu dengan risiko tinggi seperti PE
akan dirujuk ke RS untuk ditangani oleh spesialis obgin. Bahkan inisiasi
insulin bagi ibu dengan GDM dilakukan oleh MHO di KK. Pasien akan
menjalani skrining gula darah dengan MGTT, Skrining HIV dan penyakit
kelamin dan dipantau nilai Hb dan protein urin setiap bulan. Pasien akan
di USG sebanyak 3 kali oleh MHO pada booking visit, 18-22 minggu dan 36
minggu. Sepanjang antenatal, ibu hamil akan menjalani kelas
breastfeeding, diet advice dan penjagaan bayi.
Di KK juga saya
belajar serba-serbi manajemen, mulai dari manajemen staf, medical record
dan filing system, menghadiri rapat di peringkat Kabupaten dan
Provinsi, mengadakan program khusus seperti Senam Warga Tua, Remaja
Sehat, Diabetic Day atau HIV Awareness, menganjurkan program promosi
kesehatan di komunitas setempat, mengadakan health camp atau baksos,
bekerjasama dengan otoritas setempat dalam program-program yang relevan
dan sebagainya.
Di sini dapat kita perhatikan bahwa aspek
promotif/preventif mendapat penekanan yang sama dengan aspek kuratif.
Bagi Indonesia yang sistem kesehatan belum sepenuhnya dibiayai negara,
perhatian yang besar kepada aspek yang pertama akan memberikan impak
baik yang besar terhadap status kesehatan nasional, karena bisa
mengurangkan kos pembiayaan di bidang kuratif. Hal ini dapat dicapai
dengan optimalisasi Puskemas, Posyandu, PKK dan sebagainya.
Untuk para dokter dan praktisi kesehatan, mereka dibayar gaji yang
lumayan di atas rata-rata pegawai negeri. Dan dokter yang bertugas di
daerah terpencil tentu diberi insentif finansial tambahan yang lebih
tinggi. Insentif yang baik akan memberi work satisfaction dan melahirkan
performa yang baik sebagai pemberi jasa layanan kesehatan. Pasien
dilayan sebagai klien atau customer, dan idealisme sebagai pemberi jasa
dapat tetap dipelihara. Setiap dokter diberi gaji bulanan dengan jumlah
yang sama berdasarkan grade/golongan PNS, apakah pasiennya banyak atau
sedikit. Tentu para dokter akan berusaha mengurangkan jumlah pasien yang
mereka layani, toh gajinya sama. Maka aspek promotif dan preventif
sangat ditekankan supaya pasien tetap terjaga kesehatannya dan tidak
cepat kembali berobat lagi ke dokter. Bandingkan hal ini dengan sistem
pay for service yang berlaku di Indonesia sekarang. Dokter akan mendapat
penghasilan yang tinggi kalau pasiennya banyak. Jangan-jangan, ada
dokter yang diam-diam mengharapkan pasiennya lambat sembuh supaya bisa
kontrol terus. Sistem pay for service menurut saya tidak bisa diterapkan
di fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah karena jumlah pasien yang
banyak. Hal ini juga akan mengurangkan efisiensi penggunaan resources
seperti tenaga ahli dokter spesialis untuk mengobati pasien tanpa
komplikasi, obat-obatan lini kedua dan ketiga yang over used,
pengurangan pemberdayaan tenaga dan kompetensi dokter umum, waktu
menunggu pasien yang lama dan antrian kontrol pasien yang panjang dsb.
Apapun, saya mengharapkan Indonesia dapat segera menemukan bentuk
pendidikan kedokteran yang cocok dan baik untuk diterapkan. Program
internship yang sudah berjalan membuktikan bahwa pihak otoritas di
bidang kesehatan sedang melakukan sesuatu untuk memperbaiki sistem yang
ada. Hanya saja, masih banyak yang perlu dibenahi dalam program
tersebut. Saran saya, program internship bisa mengadopsi beberapa
konsep-konsep yang ada dalam program housemanship, terutama tempat
praktek yang seharusnya dilakukan di RS besar dengan bimbingan ketat
dari spesialis, bukan Puskesmas atau RS daerah tanpa supervisi
spesialis. Supaya dokter-dokter muda lulusan dari berbagai fakultas
kedokteran bisa mendapatkan kompetensi dan good clinical practice yang
standardized dan menjadi seorang dokter yang aman (safe doctor).
Internship juga tidak boleh dimaksudkan untuk mengganti program PTT.
Seorang dokter perlu menguasai ilmu dan ketrampilan dokter umum yang
memadai sebelum bertugas ke daerah perifer atau melanjutkan ke
pendidikan dokter spesialis.
Dunia kedokteran adalah dunia yang
dinamik. Setiap hari yang dilewati, akan ada pelajaran-pelajaran baru
yang kita dapatkan. Maka jangan pernah merasa puas dengan apa yang kita
kerjakan hari ini. Mari terus belajar untuk memberi yang terbaik.
Medicine is indeed a life-long lesson.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar