Senin, 23 September 2013

Housemanship di Malaysia (copas dari TS di negeri jiran)

Continuing Medical Education: Housemanship and Beyond
Dr Siti Aisyah Ismail

Tulisan ini dibuat sebagai sharing pengalaman dan memberikan perbandingan sistem yang sudah berlangsung di negara lain, agar kita bisa belajar untuk memberi yang terbaik. Ini adalah pengalaman pribadi saya menjalani program housemanship di Malaysia sekitar 8'tahun yang lalu. Kondisi dan aturan dapat berubah sehingga sangat mungkin sebagian yang ditulis sudah tidak berlaku saat ini.

---
Sebagai dokter umum lulusan UI, saya merasa percaya diri dengan bekal kapasitas pengetahuan dan ketrampilan yang saya dapatkan. Guru-guru saya adalah pakar-pakar unggul kedokteran di seluruh Indonesia. Hampir semua isi text book, pernah saya temukan pasien kasusnya di klinik atau ruang rawat, karena RSCM merupakan RS Rujukan Pusat Nasional. Berapa banyak partus yang saya tangani di rotasi ke RS daerah. Tindakan apa yang belum saya kerjakan di IGD dan seterusnya. Ya setidaknya, saya lulus dari universitas dengan ranking tinggi dari Indonesia.

Ketika saya harus kembali mengabdi ke negara asal saya, untuk memenuhi compulsary service, saya pulang dengan percaya diri bahwa saya pasti bisa melewati housemanship tanpa kesulitan berarti. Di negara asal saya, housemanship menjadi momok bagi setiap dokter yang baru lulus. Banyak saya dengar hal-hal yang kurang manusiawi tentang housemanship seperti jaga selang sehari (15 kali jaga sebulan), jam kerja terus-menerus lebih dari 36 jam, berangkat kerja dengan solat subuh hingga solat isya di RS, menangani pasien di 6 ruang rawat untuk satu orang houseman, diperlakukan tidak enak oleh dokter senior bahkan perawat dan sebagainya.

Dan benar saja, semua percaya diri saya hilang seketika setelah resmi menjadi seorang house officer. Ternyata banyak sekali hal yang belum saya ketahui, banyak sekali tindakan yang belum pernah saya lakukan. Tapi akhirnya saya mengerti bahwa semua kesulitan yang saya alami sewaktu housemanship adalah apa yang saya butuhkan untuk menjadikan saya dokter yang kompeten. Pelajaran-pelajaran berharga tersebut tidak mungkin didapatkan melalui cara lain seperti kuliah atau pelatihan. Ia juga tidak dapat disetarakan atau digantikan dengan ujian standar kompetensi. Karena profesi dokter itu tidak hanya menyangkut kompetensi ilmu, tapi juga ketrampilan klinis dan attitude.

Satu hal yang ingin saya highlight di sini adalah konsep dari housemanship itu sendiri. Seorang dokter umum yang baru lulus, diwajibkan untuk bekerja di RS besar milik pemerintah di bawah supervisi spesialis. Hal ini dilakukan untuk memberi exposure kepada dokter tersebut tentang SOP dan kode etik yang standar. Semua ini perlu dibekalkan kepada dokter baru sebelum mereka ditugaskan ke daerah perifer, dengan harapan mereka bisa menerapkan good clinical practice seperti yang mereka jalani di RS.

Durasi housemanship adalah dua tahun dengan rotasi ke enam bidang disiplin besar kedokteran. Setiap rotasi dijalani selama empat bulan. Enam disiplin tersebut adalah Penyakit Dalam, Obstetri dan Ginekologi, Bedah Umum, Emergensi dan Trauma, Bedah Ortopedi, dan Anak. Ini adalah disiplin ilmu kedokteran yang major. (Terdapat perbedaan dengan Indonesia, dimana Emergensi dan Trauma bukan disiplin yang berdiri sendiri. Di sana, IGD dikepalai oleh emergency physician yang merupakan bidang spesialisasi sendiri).

Seorang house officer (HO atau houseman) bertanggung jawab untuk menjaga pasien di ruang rawat (inpatient). Beliau dituntut untuk mengisi status pasien baru, melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, menetapkan working diagnosis, lalu mempresentasikan pasien tersebut kepada atasannya yaitu kepada medical officer (MO) atau spesialis. Jumlah pasien yang dipegang oleh HO dibagikan berdasarkan berapa jumlah HO yang ada dalam satu-satu waktu. Semakin banyak HO dalam disiplin tersebut, semakin sedikit jumlah pasien yang dipegang oleh seorang HO. Tugas utama seorang HO adalah mengikuti ronde, diskusi kasus, update hasil pemeriksaan laboratorium dan melaksanakan management plan yang telah ditetapkan saat ronde dan diskusi. Setelah selesai ronde di waktu pagi, HO biasanya akan membagikan tugas di antara mereka; mengambil darah/spesimen pasien, mengurus permintaan imaging di radiologi, mengorder pemeriksaan laboratorium dan serangkaian tindakan seperti pleural tapping, abdominal tapping, chemotherapy, wound debridement, memasang dan melepas kateter urin dan sebagainya. HO juga bertanggungjawab membuat rujukan dan menulis referral letter antar disiplin berdasarkan apa yang telah disepakati ketika ronde, membuat discharge summary dan surat cuti sakit, serta mendapatkan appointment dari outpatient specialist clinic untuk follow-up atau kontrol. HO juga diberi tugas jaga. Frekuensi jaga bergantung kepada jumlah HO yang ada.

Setelah dua bulan menjalani tugas sebagai dokter ruangan, HO akan dievaluasi oleh spesialis, kinerja dan attitudenya. Apabila dirasakan sudah siap, HO dapat dipromosikan menjadi junior medical officer (JMO) dengan bimbingan dari MO dan supervisi spesialis. JMO mempunyai tanggungjawab lebih besar. JMO akan bertugas di outpatient spesialist clinic, menjawab konsul dari IGD, menjawab konsul dari RS daerah, mengerjakan tindakan yg lebih invasif seperti memasang chest tube (WSD), bone marrow puncture, inserting central venous line, dan sebagainya. Selain ke outpatient clinic, JMO juga akan menjadi asisten bedah mendampingi surgeon dalam major surgery. Untuk tindakan bedah yang lebih ringan, seperti Caesarean section, appendicectomy, hernioplasty, lumpectomy, internal dan external fixation in fractures, limb amputation dan seumpamanya, biasanya dikerjakan oleh MO tanpa kehadiran spesialis. Di bagian Anak, JMO juga menjalani tugas di NICU. Perbedaan tugas JMO dan MO adalah pada pengalaman dan jam terbang.

Tidak semua HO mendapat peluang untuk dipromosikan menjadi JMO. Dan ada juga HO mendapat sanksi dengan diberi posting extension, biasanya karena masalah attitude. Spesialis biasanya akan sangat ketat mengevaluasi HO dan memastikan mereka mendapat bekal pengetahuan, ketrampilan dan attitude yang baik sebelum mereka dilepas sebagai MO. Semua ini adalah untuk memastikan mereka dapat dilepas sebagai safe doctor yang kompeten. Rotasi ke enam disiplin major yang dijalani memberikan exposure yang sangat bermanfaat jika dibandingkan dengan exposure saat di sekolah kedokteran. Ia memperkaya pengetahuan, ketrampilan dan pengalaman secara holistik. Kapasitas sebagai HO jelas jauh berbeda dengan mahasiswa kedokteran. Sebagai mahasiswa kedokteran, cara belajar utama adalah dengan mengamati, sedangkan sebagai HO kita belajar dari melakukan, merasakan tanggung jawab sebenarnya sebagai dokter yang menangani pasien secara holistik. Maka menurut saya, bekal sebagai dokter umum tidak cukup hanya dengan apa yang didapatkan di sekolah kedokteran, tapi perlu ditambah dengan program seperti housemanship ini. Jadi dengan housemanship, semua dokter muda mendapatkan kompetensi dokter umum yang standar (standardized) karena mereka hanya bekerja di RS besar (secondary atau tertiary center) dan disupervisi oleh spesialis.

Semua dokter baru lulus wajib mendaftar sebagai pegawai negeri dan akan diberikan STR sementara oleh Konsil Kedokteran untuk digunakan selama tempoh housemanship. Baru setelah selesai housemanship, mereka akan diberikan STR penuh dan Annual Practicing Licence. Setelah menjalani housemanship selama dua tahun, ada beberapa jalur tugas yang ditetapkan; tetap ditugaskan sebagai MO di RS besar atau ditugaskan ke perifer di RS daerah atau Klinik Kesihatan (puskesmas), tergantung kebutuhan Kementerian Kesehatan. Atau boleh memilih untuk resign sebagai pegawai negeri setelah menjalani compulsory service sebagai MO untuk 2 tahun, lalu menjalani praktek swasta, sekiranya tidak terikat dengan apa-apa beasiswa pemerintah. Kalau saya sendiri memilih untuk tetap menjadi pegawai negeri dan menjadi MO di Bedah Umum selama 4 bulan sebelum dimutasi ke Departemen Emergensi dan Trauma. Sebagai MO lebih banyak yang bisa saya pelajari dan lakukan jika dibandingkan dengan kapasitas sebagai HO atau JMO. Contohnya di Emergensi, saya bertugas di red zone menangani life threatening cases seperti intra abdominal bleeding, acute myocardial infarction, multiple trauma, acute pulmonary edema dan sebagainya. Teman-teman saya di daerah bahkan bisa melakukan tindakan yang lebih ekstrim seperti craniotomy dalam kasus SDH atau EDH, dalam kapasitas sebagai MO. Rata-rata pengalaman klinis MO di daerah lebih challenging dan bervariasi. Hal ini disebabkan jumlah spesialis di daerah yang lebih sedikit jika dibandingkan dengan jumlah spesialis di kota besar.

Setelah hampir setahun bertugas di emergensi, saya dipindahkan ke Klinik Kesihatan. Bertugas di pelayanan primer adalah pengalaman baru yang berbeda, saya dapat membagikan dunia kedokteran kepada dua: medical side (curative) dan health side (promotive and preventive). Jabatan saya juga bukan lagi medical officer (MO) tapi medical and health officer (MHO).

Alhamdulillah saya ditugaskan di Klinik Kesihatan (KK) besar yang mempunyai 3 departemen yaitu outpatient clinic, mother and child health (MCH) dan dental clinic. KK kami juga dilengkapi dengan xray unit, medical laboratory dan farmasi. Di samping itu juga kami mempunyai seorang nutritionist, occupational therapist, diabetic educator, lactation counsellor dan seorang dokter family medicine specialist (FMS). Di sini saya banyak belajar aspek promosi kesehatan dan preventive medicine dalam menangani pasien secara holistik. Misalnya pasien diabetes, kami memantau gula darah mereka, membekali mereka obat, memberi diet advice dan memonitor calorie intake, melakukan foot care, yearly retinopathy screening dengan fundus camera, memantau fungsi target organ dan sebagainya. Apabila penyakit pasien tidak terkontrol, kami rujuk pasien ke RS. Semua pasien yang ke RS, harus membawa surat rujukan dari KK atau dokter umum. Alur rujukan pasien jelas. Setelah pasien distabilkan di RS, pasien dirujuk kembali ke KK untuk continuation of care di KK.

Begitu juga di MCH, kegiatan utama adalah pemeriksaan antenatal serta imunisasi dan pemantauan perkembangan anak. Setiap ibu hamil akan diklasifikasi mengikut faktor resiko. Ibu tanpa risiko akan menjalani antenatal dengan bidan. Ibu dengan risiko seperti diabetes dan hipertensi akan menjalani antenatal dengan MHO, dan jika perlu dirujuk ke FMS. Hanya ibu dengan risiko tinggi seperti PE akan dirujuk ke RS untuk ditangani oleh spesialis obgin. Bahkan inisiasi insulin bagi ibu dengan GDM dilakukan oleh MHO di KK. Pasien akan menjalani skrining gula darah dengan MGTT, Skrining HIV dan penyakit kelamin dan dipantau nilai Hb dan protein urin setiap bulan. Pasien akan di USG sebanyak 3 kali oleh MHO pada booking visit, 18-22 minggu dan 36 minggu. Sepanjang antenatal, ibu hamil akan menjalani kelas breastfeeding, diet advice dan penjagaan bayi.

Di KK juga saya belajar serba-serbi manajemen, mulai dari manajemen staf, medical record dan filing system, menghadiri rapat di peringkat Kabupaten dan Provinsi, mengadakan program khusus seperti Senam Warga Tua, Remaja Sehat, Diabetic Day atau HIV Awareness, menganjurkan program promosi kesehatan di komunitas setempat, mengadakan health camp atau baksos, bekerjasama dengan otoritas setempat dalam program-program yang relevan dan sebagainya.

Di sini dapat kita perhatikan bahwa aspek promotif/preventif mendapat penekanan yang sama dengan aspek kuratif. Bagi Indonesia yang sistem kesehatan belum sepenuhnya dibiayai negara, perhatian yang besar kepada aspek yang pertama akan memberikan impak baik yang besar terhadap status kesehatan nasional, karena bisa mengurangkan kos pembiayaan di bidang kuratif. Hal ini dapat dicapai dengan optimalisasi Puskemas, Posyandu, PKK dan sebagainya.

Untuk para dokter dan praktisi kesehatan, mereka dibayar gaji yang lumayan di atas rata-rata pegawai negeri. Dan dokter yang bertugas di daerah terpencil tentu diberi insentif finansial tambahan yang lebih tinggi. Insentif yang baik akan memberi work satisfaction dan melahirkan performa yang baik sebagai pemberi jasa layanan kesehatan. Pasien dilayan sebagai klien atau customer, dan idealisme sebagai pemberi jasa dapat tetap dipelihara. Setiap dokter diberi gaji bulanan dengan jumlah yang sama berdasarkan grade/golongan PNS, apakah pasiennya banyak atau sedikit. Tentu para dokter akan berusaha mengurangkan jumlah pasien yang mereka layani, toh gajinya sama. Maka aspek promotif dan preventif sangat ditekankan supaya pasien tetap terjaga kesehatannya dan tidak cepat kembali berobat lagi ke dokter. Bandingkan hal ini dengan sistem pay for service yang berlaku di Indonesia sekarang. Dokter akan mendapat penghasilan yang tinggi kalau pasiennya banyak. Jangan-jangan, ada dokter yang diam-diam mengharapkan pasiennya lambat sembuh supaya bisa kontrol terus. Sistem pay for service menurut saya tidak bisa diterapkan di fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah karena jumlah pasien yang banyak. Hal ini juga akan mengurangkan efisiensi penggunaan resources seperti tenaga ahli dokter spesialis untuk mengobati pasien tanpa komplikasi, obat-obatan lini kedua dan ketiga yang over used, pengurangan pemberdayaan tenaga dan kompetensi dokter umum, waktu menunggu pasien yang lama dan antrian kontrol pasien yang panjang dsb.

Apapun, saya mengharapkan Indonesia dapat segera menemukan bentuk pendidikan kedokteran yang cocok dan baik untuk diterapkan. Program internship yang sudah berjalan membuktikan bahwa pihak otoritas di bidang kesehatan sedang melakukan sesuatu untuk memperbaiki sistem yang ada. Hanya saja, masih banyak yang perlu dibenahi dalam program tersebut. Saran saya, program internship bisa mengadopsi beberapa konsep-konsep yang ada dalam program housemanship, terutama tempat praktek yang seharusnya dilakukan di RS besar dengan bimbingan ketat dari spesialis, bukan Puskesmas atau RS daerah tanpa supervisi spesialis. Supaya dokter-dokter muda lulusan dari berbagai fakultas kedokteran bisa mendapatkan kompetensi dan good clinical practice yang standardized dan menjadi seorang dokter yang aman (safe doctor). Internship juga tidak boleh dimaksudkan untuk mengganti program PTT. Seorang dokter perlu menguasai ilmu dan ketrampilan dokter umum yang memadai sebelum bertugas ke daerah perifer atau melanjutkan ke pendidikan dokter spesialis.

Dunia kedokteran adalah dunia yang dinamik. Setiap hari yang dilewati, akan ada pelajaran-pelajaran baru yang kita dapatkan. Maka jangan pernah merasa puas dengan apa yang kita kerjakan hari ini. Mari terus belajar untuk memberi yang terbaik.

Medicine is indeed a life-long lesson.

Tidak ada komentar: